FILSAFAT UNTUK SEMUA
Sumber : Refleksi Perkuliahan
Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, MA
Pada hari kamis tanggal 16 Oktober
2014, pada pukul 07.30 s.d. 09.10 WIB.
Filsafat itu berlaku untuk siapa saja, baik itu orang baik maupun
orang jahat. Itu adalah jawaban dari pertanyaan Derapusa. Apa arti nama dari
Derapusa, derapusa berarti era puasa, artinya pas lahir pada bulan puasa. Semua
orang dapat berfilsafat, baik dia bersifat baik maupun bersifat jahat. Jadi
filsafat sejak zaman Yunani hingga zaman Kontemporer, segala hal selalu berada
diluar pikiran. Menrut Emanuel Kant, jika ingin melihat dunia, maka tengoklah
pikiranmu sendiri. Berarti hal tersebut isomorphis dengan pikiran kita.
Isomorphis dipikiran kita artinya, kita membuat pemetaan sendiri didalam
pemikiran kita. Berbeda dengan politik, politik memerlukan kerja sama dengan
orang lain, sedangkan berfilsafat cukup diri kita sendiri, berfilsafat tidak
memerlukan bantuan orang lain, berfilsafat secara mandiri. Sehingga setiap
orang berhak untuk berfilsafat baik orang itu baik maupun orang itu jahat. Baik
itu positif benar, karena filsafat bersifat pribadi, maka oarng itu baik maupun
orang itu jahat juga bisa berfilsafat. Masing-masing ada sifatnya, maka
masing-masing ada ahlinya. Orang jahat dalam berfilsafat adalah orang yang
tidak sehat, berarti orang tersebut disharmoni, disharmoni berarti orang
tersebut tidak peka terhadap ruang dan waktu. Maka oleh karena itu dalam
berfilsafat bertujuan mencari harmoni. Manusia diciptakan sempurna dan
ketidaksempurnaan. Ketidaksempurnaan manusia digunakan untuk belajar hidup.
Sehingga dalam ketidaksempurnaan itu kita selalu bersifat seri dan tidak
paralel secara bersamaan. Contohnya : kita tidak bisa mengatakan sesuatu yang
banyak secara bersamaan, kita tidak bisa mengatakan sesuatu yang banyak secara
paralel dan bersamaan, kalau hal itu terjadi maka bunyi suara kita hanya
BRRRBRRBRRR. Anda paham apa yang kita ucapkan karena kita berbicara secara seri
dan tidak bisa mengatakan banyak kata secara bersamaan. Jadi kita malah ngeri
bila mempunyai wujud yang sempurna. Misalnya kita bisa melihat depan dan
belakang secara bersamaan, misalnya pada saat naik motor, mata depan fokus
melihat jalan namun mata belakang sibuk mencari cewek, maka hal itu bisa sangat
berbahaya, dan keadaan akan menjadi kacau. Sehingga keterbatasan dan
ketidaksempurnaan kita merupakan suatu anugerah Allah yang harus disyukuri.
Misalnya lagi keterbatasan kita yaitu kita tidak bisa meminta dan menentukan
dimana kita mau dilahirkan.
Di atas benar, benarnya orang dikalahkan oleh motif. Bedanya
filsafat dengan psikologi, kalau psikologi ada terapannyadan perlakuannya.
Apalagi politik, di dalam politik salah benar tidaklah penting. Di dalam
politik salah benar tidaklah penting, karena di dalam politik yang paling
penting adalah ketuanya dapat terselamatkan. Maka yang biasa membuat motif itu
adalah subjeknya, yakni para dewa. Dewa disini mempunyai maksud yang
lain,contohnya yaitu Ayam itu dewanya Cacing, Kucing itu dewanya Tikus, Engkau
itu adalah dewanya bajumu. Berarti dalam hal ini Subjek itu adalah dewanya
predikat. Bila sudah turun ke bumi maka predikat termuat dalam subjek. Hidup
ini kontradiksi, aku tidak akan pernah sama dengan aku, kecuali Tuhan. Aku =
aku di dunia ini hanya ada di dalam pikiran dan juga hanya bisa bila kita telah
din akhirat. Subjek tidak sama dengan subjek dan predikat tidak sama dengan
predikat.
Gunung tetaplah gunung, tidak ada urusannya paham atau tidak paham,
kemampuan kita menggunakan dan membedakan warna sangatlah terbatas. Padahal
warna itu ada banyak, misalnya hijau saja, hijau tingkat satu, hijau tingkat
dua, hijau tingkat tiga, dst. Begitu pula dengan warna kulit, ada sawo matang,
sawo matang tingkat satu, sawo matang tingkat dua, ada sawo matang tingkat
minus satu, ada sawo matang tingkat minus dua, adala pila sawo matang tingkat
minus sepuluh alias hitam. Maka itulah
yang dinamakan sifat. Misalnya ada orang cantik KW 1, namun ternyata cewek
cantik itu matre dan banyak hutangnya, maka cewek cantik itu kualitasnya turun
menjadi KW 2, berarti mengalami degradasi nilai. Sehingga pada akhirnya
Socrates mengatakan bahwa, ternyata aku tidak bisa mengerti apapun, itulah
dfilsafatnya barat. Namun tidak mengerti apaun itu telah disertai dengan usaha
yang kuat untuk mengerti. Jangan bilang aku juga tidak mengerti apaun namun
ternyata usaha kita tidaklah maksimal.
Ciri-ciri engkau telah mengetahui adalah engkau tahu dan bisa
menyebut sifat-sifatnya. Pengetahuan tentang batu, pengetahuan tentang
binatang, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan, mahadewa ataupun pengetahuan
tentang manusia terdidik. Hal ini erat hubungannya dengan psikologi. Emanuel
Kant mengatakan bahwa engkau dianggap mengetahui bila engkau bisa mengambil
judgement (keputusan). Ada cara untuk memikirkan spiritualitas, yakni fatal itu
kodrat, dan fital itu ikhtiar. Takdir itu datangnya setelah ikhtiar, artinya
kita haruslah berikhtiar dulu, barulah hasil akhirnya itu yang disebut dengan
takdir.
Sekian dan Terima Kasih. Wassalamualaikum Wr.Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar