Lagu

Lagu

Rabu, 29 Oktober 2014

KEKONSISTENAN DALAM FILSAFAT



KEKONSISTENAN DIRI DALAM PANDANGAN FILSAFAT

Sumber : Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, MA
Pada hari kamis tanggal 23 Oktober 2014, pada pukul 07.30 s.d. 09.10 WIB.

Cara untuk mempertahankan kekonsistenan diri, menurut Emanuel Kant dalam the nature of consistent (Hakekat konsisten), prinsip dunia terdiri dari prinsip identitas dan prinsip kontradiksi. Prinsip dalam filsafat yang lebih dalam lagi maka bersifat ontologis. Prinsip AKU = AKU, SATU = SATU bersifat identitas, identitas juga yang ada = yang ada. Prinsip identitas tidak akan tercapai di dunia, hanya ada di dalam pikiran atau di akhirat nanti. Aku melihat dari gelas yang tadi ke gelas yang sekarang, dari minuman panas sudah berubah ke minuman yang lebih dingin. Bila kita turun ke dunia, maka kita sensitif terhadap ruang dan waktu. Itulah hukum konsisten bila aku bisa menemukan rumus identitas, jadi konsisten hanya ada di dalam pikiran kita. Definisi tidak boleh kontradiksi dari teoreme, lemma, konjuget ataupun postulat. Itulah kekonsistenan dalam matematika. Kontradiksinya matematika dalam artian tidak konsisten. Jadi matematika hanya benar ketika ia dipikirkan, namun setelah ditulis, dalam pandangan filsafat maka itu berarti salah. Jadi hidup ini pada hakekatnya adalah kontradiksi, karena subjek tidak akan pernah sama dengan subjek, predikat tidak akan pernah sama dengan predikat. Predikat termuat dalam subjeknya, atau termuat di dalam predikat yang lain. Jadi jika subjeknya AKU, maka predikatnya adalah SIFATku, maka AKU tidak akan pernah sama dengan SIFATku. Sampai kiamat pun hal itu tidak akan pernahn terjadi. Maka jikalau air adalah subjek, maka the, panas, manis adalah predikatnya. Hal itu merupakan suatu ekstensi, meliputi panas 1, panas 2, panas 3, panas yang ada dan panas yang mungkin ada. Manusia sangat kasar jika menyatakan suhu hanya dalam satuan, jadi ukuran derajat hanyalah ukuran manusia saja. Suhu yang sedang-sedang itu yang bagaimana, suhu yang agak panas itu yang bagaimana, suhu yang dineraka itu yang bagaimana. Gunung merapi, mau dinamakan sungai, mau dinamakan bisul ia tidak memikirkan hal itu. Kalau mau meletus ya meletus saja.
Jadi bila engkau hidup maka harus bersikap kontradiksi. Masyrakat di daerah timur, jika kontradiksi dalam pikiran maka jangan dipikirkan/dimasukkan dalam hati, karena kontradiksi digunakan untuk mencari ilmu. Manusia punya sifat yang tidak sempurna, jadi manusia itu sempurna di dalam ketidaksempurnaannya. Jika ingin hidup sehat, maka bisa diam dalam gerak, atau gerak dalam diam.  Jadi bila kita menyatakan bahwa bersatunya hati dan pikiran, maka hal itu tidak akan pernah tercapai di dunia, manusia hanya bisa mengusahakannya. Misalnya komandan memerintahkan anggotanya berhenti, maka anggotanya akan berhenti, padahal dalam hati anggotanya tersebut mengomel. Jika ada pejabat yang mengatakan mari kita satukan, jiwa, raga dan pikiran kita. Maka hal itu sebenarnya hanya untuk pejabat itu sendiri saja. Candi candi prambanan itu menembus ruang dan waktu juga. Dulu latar candi prambanan adalah hutan belantara, sedangkan kini latar candi prambanan sudah menjadi hotel-hotel berbintang. Berarti dalam hal ini candi prambanan juga menembus ruang dan waktu juga. Konsisten dalam prinsip-prinsip dunia maka membutuhkan prinsip ontologi, dan juga aksiologi yang meliputi etik dan estetika.
Kita hidup menjadi hamba Tuhan dan akan tetap menjadi hamba Tuhan. Bila kamu mau konsisten contohnya, Bila engkau laki-laki, maka bila ingin sehat maka tetaplah menjadi laki-laki. Bila engkau laki-laki maka janganlah engkau bersikap seperti wanita, jika hal itu terjadi, maka akan terjadi yang namanya transgender. Maka disuruhlah ia memilih, apakah memilih pikiran dan jiwanya ataukah memilih fisiknya. Maka sebenar-benarnya hidup sehat itu harus sesuai dengan ruang dan waktunya. Saatnya makan ya makan, saatnya menikah ya menikah. Jadi filsafat itu menuju hidup yang sehat, dimana di dalamnya terdapat etik dan juga estetika.
Pada masalah kloning pada manusia, kaum barat itu menganggap bahwa nenek moyang kita adalah monyet. Menurut spiritualism agama langit (agama samawi), nabi Adam adalah manusia pertama. Menurut Teleologi Emanuel Kant, jika seseorang berlatih terbang, kemudian latihan itu diturunkan pada keturunannya, bahkan hingga seribu tahun kemudian, sehingga mempengaruhi genetika, maka bisa saja nanti manusia akan memiliki sayap. Jadi takdir itu datang setelah adanya ikhtiar. Maka menurut orang Jepang, manusia itu dari monyet, kemudian monyet berangkang, kemudian monyet berjalan, kemudian manusia primitif, kemudian barulah manusia modern berjalan tegak dan pada akhirnya akan menjadi babi. Mengapa menjadi babi, karena manusia ingin menciptakan manusia yang bisa dimanfaatkan segala-galanya, kalau memberontak dan tidak sesuai maka akan langsung digoreng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar